Dr. Adnin Armas |
JAKARTA - Islam mempunyai peradaban yang tinggi dibanding
agama-agama lain. Dalam Islam, peradaban diukur dengan sejauh mana
penggunaan akal dan akhlak yang tinggi, bukan diukur sekedar prasasti
atau candi-candi.
Demikian dinyatakan Direktur Eksekutif Insitute for the Study of Islamic
Thought and Civilization (INSISTS), Dr. Adnin Armas dalam “Bedah Jurnal
ISLAMIA” di Masjid Darussalam Depok kemarin (02/12/2012).
Dalam acara itu Adnin juga menegaskan bahwa peninggalan peradaban Islam
telah meninggalkan khasanah yang bermutu dan bermanfaat bagi banyak
manusia.
“Peninggalan-peninggalan Islam lebih tinggi tingkat peradabannya, dengan
mewariskan bahasa Melayu yang digunakan sedikitnya 300 juta orang di
seluruh kawasan Melayu ini dan juga meninggalkan kitab-kitab yang
bermutu karya ulama-ulama Islam yang ditulis dalam bahasa Jawi, selain
bahasa Arab,” terangnya.
Adnin menyebut juga karya-karya Hamzah Fanshuri, Abdurrauf as Syinkili, Nuruddin ar Raniri dan lain-lain.
Menurut Adnin, selama ini warisan-warisan Islam yang berharga itu
sengaja ditutup-tutupi dan yang dibesar-besarkan oleh Orientalis
Belanda.
“Borobudur itu kan sudah lama terkubur, tapi sengaja dipugar dan
direnovasi oleh Orientalis Belanda (Raffles, red). Anda bisa baca dalam
Jurnal ISLAMIA ini,” paparnya.
Menurut Adin, berdasarkan data, masyarakat di sekitar pembangunan Candi
itu malahan tidak senang bahkan sebagian melarikan diri karena
pembangunan Candi itu.
“Terutama masyarakat kasta bawah dari kalangan Paria atau Sudra yang
dieksploitasi atau menjadi korban dari pembangunan Candi itu,” tegas
Adnin Armas yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Gontor ini.
Menurut Adin, agama-agama selain Islam, kebanyakan hanya untuk
masyarakat setempat atau tersebar di masyarakat tertentu. Karenanya,
jika dikatakan bahwa Sriwijaya kekuasaannya sangat luas dan mengakar di
Sumatera, kenyataannya tidak.
Faktanya, agama Budha hampir tidak ada bekasnya di Sumatera, bahkan seluruh Sumatera sejak dulu diwarnai Islam.
Mengutip Profesor al Attas, Adnin menyatakan bahwa para sarjana Belanda,
para Orientalis selalu mengatakan bahwa puncak peradaban Nusantara atau
Melayu ada pada Hindu dan Budha dan ukuran kejayaan peradaban adalah
candi, patung atau seni. Hal itulah yang selalu diajarkan oeh para
Orientalis (dan kini juga di sekolah-sekolah), sehingga banyak murid
yang terpengaruh.
Menurutnya, masyarakat Yunani tidak dikatakan maju, meski maju seninya
sebelum adanya Plato, atau Persia yang terkenal dengan seninya sebelum
kedatangan Islam.
Seperti juga apakah bangunan Piramid yang dibangun Firaun dikatakan
‘simbol’ peradaban yang tinggi, justru malah sebaliknya, bangunan itu
menunjukkan peradaban yang rendah, karena banyaknya korban rakyat kecil
akibat pembangunan Piramid itu.
“Maka peradaban tidak hanya dilihat pada segi lahirnya, tapi juga pada
batinnya,”papar Adnin. Untuk mengukur peradaban tidak hanya pada
bangunan seni, tapi juga pada bahasa yang digunakan, perkembangan
pemikiran dan pandangan hidup masyarakat.
“Peradaban yang tidak mengenal Tuhan lalu bertauhid kemudian mengenal Tuhan tentu lebih unggul peradabannya.”
Selain itu, mengutip Jurnal ISLAMIA, Adnin menyatakan bahwa pendapat
Orientalis yang menyatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dibawa
pedagang Gujarat juga tidaklah tepat.
“Islam datang ke Nusantara langsung dibawa oleh para ulama-ulama dari
Timur Tengah. Para dai itu memang punya niatan untuk mendakwahkan Islam
ini ke sini. Mungkin saja kemudian ada pedagang Gujarat yang
menyebarkan atau para dai itu berdakwah sambil berdagang,” terangnya.
Untuk lebih jelasnya ia menyarankan para peserta untuk membaca Jurnal
ISLAMIA yang bertajuk: “Pembebasan Nusantara, Antara Islamisasi dan
Kolonialisasi".*/nh
0 comments:
Post a Comment
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam. Terima Kasih.